TUGAS TAKE HOME ASSIGNMENT
“Filosofi Ilmu Keperawatan dan
Etika Profesi”
Dosen : Prof. Soewito

DI SUSUN OLEH:
AINUN JARIAH
201810050032
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
SOAL TAKE HOME ASSIGNMENT
1. Seorang
ibu hamil 24 minggu datang kepada anda perawat senior minta digugurkan
kandungannya. Alasannya setelah memeriksakan diri ke dokter kandungan, dari
hasil pemeriksaan USG ternyata janin menderita cacat fisik dan jika lahir akan
menjadi beban dan aib keluarga.
Sebagai
perawat senior apa yang sebaiknya anda lakukan menggugurkan atau meneruskan
kehamilan? Jelaskan dengan alasan terkait dengan moralitas.
2. Seorang
dalam keadaan tidak sadar dilarikan ke rumah sakit akibat kecelakaan yang banyak
perdarahan. Anda sebagai perawat senior sedang jaga (karena dokter tidak ada di
tempat) setelah memeriksa memutuskan harus segera transfusi darah. Kebetulan
ada donor darah yang cocok, tetapi setelah akan melakukan transfusi di KTP
pasien tertulis tidak boleh menerima darah karena melanggar ketentuan agama.
Keluarga tidak ada yang hadir.
Apa
yang sebaiknya anda lalukan? Jelaskan alasan pilihan anda terkait dengan
kontradiksi antara etika dan hukum.
3. Ungkapan
“medicine is a science of and art” dalam pelayanan medik baik oleh nurse maupun
dokter berlaku universal.
Jelaskan
yang anda ketahui tentang ungkapan tersebut dan substsansi apa yang vital dalam
pelaksanaannya. Beri contoh.
JAWABAN
1. Saya sebagai seorang perawat tidak akan
membantu untuk melakukan pengguguran dan akan menyampaikan kepada pasien supaya
meneruskan kehamilannya. Tindakan aborsi pada kehamilan tua memiliki resiko
terhadap kesehatan mental dan sistem reproduksi pasien. Dalam aspek hukum tentunya hal ini juga masih
kontroversial untuk kejelasan status legal atau ilegalnya hanya saja aborsi
yang diperbolehkan undang-undang dan
islam terdapat indikasi mengancam jiwa ibu.
Melakukan
aborsi juga melanggar hak asasi janin
untuk hidup dan terjadinya pembunuhan. Janin yang menderita cacat fisik
sehingga jika nanti lahir akan menjadi beban atau aib keluarga itu bukanlah
suatu alasan untuk melakukan pengguguran karena melakukan tindakan aborsi pada
janin yang telah Allah tiupkan ruh sama saja saya melakukan tindakan pembunuhan
terhadap manusia.
Pernyataan
saya sejalan dengan yang di paparkan oleh Fanggi (2012) bahwa Perlindungan
terhadap anak dalam kandungan lebih jelas lagi dengan adanya pernyataan di
dalam alinea IV Pembukaan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Pancasila. Sila
pertama, KeTuhanan Yang Maha Esa, dan sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, mempertegas adanya perlindungan konstitusi terhadap anak yang masih
berada dalam kandungan yang memperoleh kehidupan dari Tuhan Sang Pencipta dan
karena itu manusia sesuai kodratnya berkewajiban melindungi, mengasuh,
membesarkan dan menjaga kelangsungan hidupnya.
Pernyataan
ini juga diperkuat oleh jurnal dari Moh.Saifullah “ Aborsi dan resikonya bagi
perempuan (dalam pandangan Hukum Islam)” dimana dalam jurnalnya mengatakan “Seluruh ulama dari semua madzhab sepakat
bahwa aborsi setelah kehamilan melewati masa 120 hari adalah haram, karena pada
saat itu janin telah bernyawa. Dasar dari hukum ini adalah hadits HR. Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud. Karena pada usia tersebut janin telah
bernyawa, maka menggugurkannya sama dengan membunuh manusia (anak) yang secara
jelas diharamkan oleh Allah SWT, seperti yang tertera dalam Q.S. al-An’am :
151, Q.S. al-Isra’ : 33, dan sebagainya”.
Pada
titik ini, dapat ditegaskan kembali di sini bahwa hukum tidak bisa dilepaskan
dari moralitas karena keduanya saling melengkapi. Hukum tanpa moralitas hampa
dan moralitas tanpa hukum mubazir. Pertimbangan moral tetap diperlukan bagi
pertimbangan hukum.
2. Sejujurnya ini adalah sebuah dilema bagi
saya karena tindakan yang akan saya lakukan bertentangan dengan apa yang
dilarang oleh agama atau kepercayaan pasien. Saya menjunjung tinggi yang berhubungan dengan
nilai agama dan budaya namun jika dalam situasi kritis dan dilihat dari aspek
kegawatdaruratan yang mengancam jiwa
seseorang saya akan melakukan pemberian transfusi darah yang sebelumnya telah
saya rundingkan dengan dokter atau tim medis lainnya meskipun tidak mendapatkan
persetujuan langsung karena pasien dalam keadaan tidak sadar. Saya akan
memberikan informasi kepada wali (orang yang mengantar pasien ke rumah sakit)
atau aparat kepolisian terkait tindakan yang akan dilakukan. Saya menyadari
bahwa tindakan saya melanggar hak otonom pasien, akan tetapi saya lebih berdosa
ketika saya tidak membantu sesama manusia atau menelantarkan seseorang yang
sangat membutuhkan bantuan. Jika ada jalan lain yang bisa ditempuh selain
transfusi darah saya akan lakukan, namun jika dengan hanya melalui transfusi
darah pasien dapat tertolong saya akan tetap melakukan tindakan tersebut.
Ketika
seseorang mengalami pendarahan hebat atau kekurangan darah terlalu banyak ketika kecelakaan baik karena muntah darah
atau terkena benda tajam maka perlu diberikan tambahan darah dengan melalui
transfusi darah, jika tidak dilakukan orang (pasien) tersebut bisa meninggal
karena kehabisan darah (Akbar, 2012). Pernyataan ini sejalan dengan firman
Allah dalam surah Al-Maidah ayat 32 yang artinya “Dan Barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya”. Sesungguhnya syariat islam itu baik dan
kemashalatan yang terkandung dalam mempergunakan darah dalam transfusi darah adalah
untuk menjaga keselamatan jiwa seseorang yang merupakan hajat manusia yang
dalam keadaan darurat.
Kalimat
diatas diperkuat oleh beberapa pasal dalam undang-undang Republik Indonesia
Tentang Kesehatan antara lain:
a. Pasal 5 “ Setiap orang berkewajiban untuk ikut
serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan,
keluarga dan lingkungan”. Menurut saya pasal ini sangat tepat sekali untuk
dijadikan landasan hukum, ketika kita tenaga medis mendapatkan kasus seperti
pertanyaan diatas.
b. Pasal
33 “Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
transpalasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan
atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekontruksi”. Pendapat saya
melakukan transfusi darah adalah tindakan yang diperbolehkan oleh Undang-undang
kesehatan dan Agama Islam yang sebenarnya tidak memperbolehkan tetapi
diperbolehkan dalam keadaan tertentu dengan ketentuan bahwa seseorang dalam
keadaan darurat dan mengancam jiwa.
Saya
berkata demikian karena Memang dalam Islam membolehkan memakan darah binatang
bila betul-betul dalam keadaan darurat, sebagaimana keterangan dalam ayat
al-Qur‟an (Q.S Al-Baqarah 173) yang berbunyi sebagai berikut: “Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam
Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
c. Pasal
35 “Transfusi darah hanya dilakuakn oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu”.
Jika
suatu ketika pasien sadar dan mendapatkan informasi bahwa telah dilakukan
tindakan transfusi darah tanpa sepengetahuan pasien (hak otonom) dan pasien
tersebut menuntut tenaga kesehatan yang melakukan tindakan tersebut dengan
alasan bahwa melakukan transfusi darah dilarang oleh agama, tenaga medis bisa
membela diri dengan pasal-pasal yang telah diatur oleh Undang-undang no 23
tahun 1992 tentang kesehatan ini dan merujuk pada beberapa ayat dalam al-qur’an
yang telah saya paparkan diatas serta saksi-saksi seperti wali dan aparat
kepolisian.
3. Merriam Webster dalam kamusnya menyebutkan
“Medicine is the science and art dealing
eith the maintenance of health and prevention, allevation, or cure of desease”.
Dari kalimat tersebut bisa saya simpulkan bahwa ilmu kedokteran itu adalah
suatu ilmu dan seni yang mempelajari segala bentuk bagaimana proses penyakit
dan bagaimana cara merawat, mencegah serta cara penyembuhannya.
Dalam literatur lain
menjelaskan bahwa kedoteran adalah ilmu terapan sedangkan seni adalah action atau prateknya (Hedge, 1999 dalam
Panda, 2006). Hal ini pernah saya rasakan waktu masa kuliah ketika mendapatkan
praktek ke rumah sakit, dimana dengan kapasitas waktu jaga 7-8 jam/hari saya
dihadapkan dengan berbagai macam pasien yang memilki karakter dan kebutuhan
yang berbeda-beda. Saya dengan status
yang memilki background dunia pendidikan kesehatan, saya dituntut supaya
memiliki ilmu pengetahuan untuk membantu mengembalikan status pasien dari sakit
menjadi sehat sehingga secara langsung dan tidak langsung menuntut perawat
untuk memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan secara holistik dengan caring,
empati, menyenangkan(engaging) serta komunikasi yang efektif. Di dalam
keperawatan sendiri dimana aspek atau objek kajiannya berdasarkan respon pasien
terhadap suatu stressor maka diperlukan seni seperti yang diutarakan oleh
pelopor keperawatan, Florence Nightingale yaitu “Nursing is an
art”. Art of nursing terdiri dari beberapa yaitu Caring,Compassion/
empati, Engaging, komunikasi efektif & terapeutik, serta Holistik
Care. Sedangkan Science of nursing terdiri dari Proses
Keperawatan, Knowledge of desease prosess, critical thingking, evidence
based research, & Skills (Erica,
2014).
Pelayanan keperawatan yang efektif adalah pelayanan
yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dan kolaboratif dengan
memperhatikan ilmu keperawatan dan seni dalam memberikan pelayanan. Pada tangan
perawatlah untuk mempromosikan perubahan-perubahan positif dalam diri pasien
karena sebagai perawat, kami memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang sakit
dengan ilmu dan seni keperawatan (Erica, 2014).
Seni dalam dunia keperawatan menurut saya tidak hanya
tentang peduli dan kenyamanan, akan tetapi ada yang lebih dahsyat dari itu
ketika, peduli kenyamanan dan kebutuhan rohani dikemas menjadi satu sebagai seni
dalam dunia keperawatan, jika tertanam seni seperti itu akan menumbuhkan rasa
percaya, kepuasan dan optimis pasien karena meyakini bahwa Allah SWT sumber
dari kesehatan itu sendiri, sehingga pada saat pasien menyerahkan segalanya
pada Allah akan mengurang rasa stress sewaktu mereka sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an. Surah Al-Baqarah ayat 173
Al-Qur’an. Surah Al-Maidah ayat 23
Erica, B. 2014. Is the Nursing Profession an Art or Science?.
Available at: https://www.nursetogether.com/Is-the-Nursing-Profession-an- Art-or-Science.
(Tanggal Akses: 13 Oktober 2018)
Merriam-Webster. Merriam Webster’s Dictionary. Available at: https://www.Merriam-Webster.com. (Tanggal Akses : 13 Oktober
2018)
Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan
Fanggi, A.R. 2012. Kebijakan Kriminalisasi Pengguguran Kandungan dalam Pembaruan Hukum Pidana Indonesia. Available
at: https://ejournal.undip.ac.id/index.php.lawreform/article
/view/12414. (Tanggal Akses: 13 Oktober 2018)
Saifullah, M. 2011. Aborsi dan Resikonya Bagi Perempuan dalam Pandangan
Hukum Islam. Available at: http://iptek.its.ac.id/index.php/jsh/article/view/636.
(Tanggal
Akses: 13 Oktober 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar