Cari Blog Ini

Kamis, 11 April 2019

TEORI MADELEINE M. LAININGER



TEORI MADELEINE M. LAININGER
A.    Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti ini dan semakin berkembangnya tekhnologi secara tidak langsung kita di tuntut untuk menyeimbangkan zaman moderenisasi ini terlebih melalui dunia pendidikan. Ilmu pengetahuan memilki peran yang sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari, salah satunya ilmu pengetahuan tentang keperawatan.
Sebagai salah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan dalam dunia keperawatan  tentunya pengetahuan ini sangatlah penting, terutama pada saat memberikan Asuhan Keperawatan untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, pengetahuan, emosi, sosial dan spritual klien maupun keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perawat membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dalam hubungan interpersonal yang baik nan santun, karena akan menghadapi berbagai macam klien dari budaya yang berbeda juga.
Didalam perkembangan teori keperawatan ternyata mempunyai 4 tahap perkembangan yaitu Metha Theory (teori dalam bentuk abstrak), Grand Theory, Midle Range Theory dan Practice Theory. Teori Leininger tentang Transcultural Nursing masuk dalam tahap midle range theory. Munculnya teori ini didasari oleh ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini juga menjabarkan tentang konsep keperawatan yang dilandasi oleh pemahaman tentang adanya nilai-nilai kebudayaan yang melekat pada masyarakat. Bila hal ini di abaikan oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan maka bisa mengakibatkan klien mengalami Cultural Shock, dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan klien. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan pada klien tersebut (Alligood, 2017 & Iskandar 2006).

B.     Model Keperawatan Theory Leininger
a.      Konsep Utama Teori Leininger
Leininger memaparkan bahwa Transcultural Nursing merupakan ilmu atau pengetahuan tentang budaya yang diterapkan pada dunia pendidikan dan praktek keperawatan yang difokuskan untuk melihat adanya perbedaan dan kesamaan dalam perawatan, kesehatan dan penyakit yang didasari oleh nilai-nilai budaya, kepercayaan dan praktik  bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai budaya dari masing-masing klien (Alligood, 2017).
Adapun konsep dalam transcultural nursing menurut Leininger dijelaskan sebagai berikut :
1.      Asuhan manusiawi dan Caring
Konsep ini mengacu pada fenomena yang abstrak dan nyata dengan maksud membantu dan memfasilitasi diri sendiri atau orang lain supaya mampu meningkatkan derajat kesehatan, kondisi diri dan mempersiapkan untuk menghadapi kematiannya
2.      Budaya
Nilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang dipelajari dan diturunkan serta diasumsikan yang dapat membantu mempertahankan kesejahteraan dan kesehatan serta meningkatkan kondisi dan cara hidupnya.
3.      Asuhan/ nilai Budaya
Konsep ini hampir mirip dengan Asuhan manusiawi dan caring hanya saja pada konsep ini lebih berfokus pada kebutuhan-kebutuhan yang belum ataupun yang sudah terjadi, untuk kesejahteraan klien dan mempersiapkan diri menghadapi kematian.
4.      Diversitas Asuhan Budaya
Diversitas asuhan budaya mengacu pada variabel budaya atau perbedaan dalam keyakinan perawatan, makna, nilai, simbol dalam antar budaya
5.      Universalitas Asuhan Budaya
Konsep ini mengacu pada asuhan berbasis budaya yang sama  dan cara merefleksikan asuhan sebagai suatu kemanusiaan yang universal.
6.      Pandangan dunia
Cara padangan individu terhadap kehidupannya sehingga menimbulkan keyakinan terhadap  makna dan nilai hidup.
7.      Dimensi Budaya dan struktur Sosial
Dalam konsep ini mencakup religius (spiritual), kekeluargaan (sosial), politik dan aspek legal (hukum), ekonomi, pendidikan, teknologi dan nilai budaya yang saling berhubungan dan berfungsi mempengaruhi perilaku dalam konteks lingkungan yang berbeda.

8.      Konteks Lingkungan
Mengacu pada lingkungan secara keseluruhan (fisik, geografik, dan sosial kebudayaan) yang terkait dengan pengalaman untuk mengarahkan keputusan manusia dengan rujukan pada lingkungan atau situasi tertentu.
9.      Riwayat Etnis
Fakta-fakta, kejadian-kejadian atau perkembangan sepanjang waktu yang diketahui, disaksikan atau di abadikan tentang seseorang seseorang yang di tunjuk dari suatu budaya.
10.  Emic
Pandangan dan nilai-nilai dari penduduk lokal, kaum adat, atau orang dalam tentang suatu fenomena.
11.  Etic
Memandang nilai-nilai dari orang luar atau yang lebih luas tentang suatu fenomena.
12.  Keperawatan Transkultural
Budaya tradisional yang diwariskan dipandang membantu, mendukung, memperoleh kondisi kesehatan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup untuk menghadapi kecacatan dan kematian.
13.  Pelestarian atau pemeliharaan Asuhan Budaya (Cultural Care Preservation)
Upaya membantu memfasilitasi tindakan professional dan mengambil keputusan untuk memelihara nilai budaya sehingga mereka dapat mencapai kesejahteraan, kesehatan, serta mampu menghadapi kecacatan dan kematian.
14.  Akomodasi atau Negosiasi Asuhan Budaya (Cultural Care Acomodation)
Teknik negosiasi untuk memfasilitasi budaya tertentu sehingga dapat beradaptasi terhadap tindakan, pengambilan keputusuan yang berkaitan dengan kesehatan.
15.  Rekontrusi Ulang Asuhan Budaya (Cultural Care Repattering)
Menyusun kembali tindakan dan pengambilan keputusan professional yang dapat membawa perubahan cara hidup seseorang.
16.  Asuhan Keperawatan yang Kompeten secara Budaya (Cultural Congruent / Nursing Care)
Kesadaran untuk menyesuaikan nilai-nilai budaya / keyakinan dan cara hidup individu institusi dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang bermanfaat.
b.      Tujuh komponen Sunrise Model

a)    Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji:Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
b)    Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu sImbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c)    Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d)   Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e)    Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 dalam Ruslinda, 2013). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f)     Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g)    Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
c.       Paradigma Transcultural Nursing
Leininger mengartikan paradigma keperawatan bahwa transcultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan  latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral  keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan.
1.      Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada.
2.      Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang atau sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif.
3.      Lingkungan
Leininger mengartikan lingkungan sebagai keseluruhan fenomena yang dapat mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku yang telah ditetapkan pada lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4.      Keperawatan
Leininger menjelaskan Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan untuk memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan atau mempertahankan budaya, mengakomodasi atau negoasiasi budaya dan mengubah atau mengganti budaya klien.
Adapun penjelasan tentang strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan sebagai berikut :
a.       Cara I : Mempertahankan Budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b.      Cara II : Melakukan Negoisasi Budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan bagi kesehanannya. Dalam hal ini perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung untuk peningkatan derajat kesehatannya, misal sebagai contoh klien sedang hamil dan mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber hewani yang lain sehingga kebutuhan makanan tetap tercukupi.
c.       Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya dilakukan apabila budaya yang dimiliki oleh klien merugikan bagi kesehatannya. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Dari model konseptual yang telah dijabarkan diatas kemudian Leininger mengembangkannya dalam desain sunrise model untuk menggambarkan komponen utama dari teorinya tentang sosial dan budaya karena dapat merepresentasikan proses pemecahan, mulai dari tahap pengkajian, menegakkan diagnosa, intervensi dan implementasi sampai evaluasi.
Berikut gambar model teori matahari terbit dari leininger.
Description: E:\Leininger-Sunrise-Model-1068x1739.png

Sunrise Enabler ini menggambarkan bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari latar belakang budaya, struktur sosial, pandangan dunia, sejarah, serta ruang lingkup lingkungan yang secara keseluruhan merupakan prinsip dasar yang dimiliki oleh Teori Leininger (Alligood, 2017).
d.      Proses keperawatan Transcultural Nursing
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1 diatas. Proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan untuk melakukan asuhan keperawatan kepada klien. Pengelolaan asuhan keperawatan dilakukan dari tahap pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, menentukan perencaan atau intervensi keperawatan, pelaksanaan hingga evaluasi.
1.      Pengkajian
Terdapat 7 komponen yang dirancang untuk pengkajian yang ada di “Sunrise model
a.       Faktor tekhnologi
b.      Faktor agama dan falsafah hidup
c.       Faktor sosial dan keterikatan keluarga
d.      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
e.       Faktor kebijakan dan peraturan yang sudah ditetapkan
f.       Faktor ekonomi
g.      Faktor pendidikan
2.      Penentuan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditentukan dengan melihat masalah-masalah yang ditemukan.
3.      Perencanaan dan Implementasi
Terdapat tiga acuan yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu :
a.      Cultural care preservation/maintenance
1.      Identifikasi perbedaan konsep transcultural nursing antara klien dan perawat.
2.      Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien.
3.      Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
b.      Cultural careaccomodation/negotiation
1.      Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien.
2.      Mengajak atau melibatkan keluarga dalam perencanaan perawatan.
3.      Jika terdapat konflik yang belum terselesaikan, diharapkan lakukan negosiasi

c.       Cultual care repartening/reconstruction
1.      Berikan kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diterimanya dan melakukannya.
2.      Tentukan tingkat perbedaan klien melihat dirinya dari budaya kelompok.
3.      Gunakan pihak ketiga bila perlu.
4.      Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing masing melalui proses pertemuan antara satu sama lain, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya-budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien sangat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
4.      Evaluasi
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.



CARA AMPUH MENCEGAH PIKUN



Penulis
Ainun Jariah, S.Kep., Ns & Nina Dwi Lestari, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.Kom
(Mahasiswa Magister Keperawatan & Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
                                       

        Menjadi tua adalah suatu proses pasti yang akan dilalui setiap manusia. Dalam perjalanan menuju atau menjadi tua ini tentunya kita akan melewati beberapa fase dari bayi tumbuh menjadi anak-anak lalu menjadi remaja kemudian setelah remaja masuk pada usia dewasa, selama perjalanan proses itu fungsi organ tubuh akan berkembang dan sedikit demi sedikit akan melemah atau berkurang ketika memasuki usia lanjut. Salah satu masalah yang sering dialami ketika menjelang usia lanjut yaitu menurunnya daya ingat atau terjadinya pikun. Penyebab dari pikun ini bukan semata-mata karena proses menjadi tua, akan tetapi bisa dikarenakan gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang olahraga, makan makanan cepat saji, kurang aktifitas fisik, dan stress. 
Di Indonesia, jumlah Orang Dengan Demensia (Pikun) diperkirakan akan makin meningkat dari 960.000 di tahun 2013, menjadi 1.890.000 di tahun 2030 dan 3.980.000 orang dengan penderita pikun di tahun 2050 (Laporan World Alzheimer dan Kemenkes). Ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat maka akan mempengaruhi kualitas hidupnya seperti lupa menaruh sesuatu, sering kebingungan sampai dengan lupa akan waktu dan hal itu dapat mempersulit aktivitas sehari-hari. Pikun ini memang terkenal dengan sebutan “Penyakit Tua” dan kebanyakan orang usia dewasa dan lanjut usia menerima dengan sangat terbuka dan menganggap hal yang biasa mengenai masalah ini. Padahal masalah ini memiliki dampak besar seperti bisa lupa anggota keluarga dan sama sekali tidak bisa mengingat jika dibiarkan begitu saja. 

          Maka dari itu jangan maklum dengan pikun, sebelum hal itu terjadi kepada diri dan anggota keluarga kita, pikun bisa di perlambat dengan berbagai macam cara. Beberapa cara yang terbukti ampuh dalam mencegah penyakit pikun yaitu Senam Otak (brain gym), Art Therapy (Terapi menggambar), Bermain Puzzle, bermain Dakon (conglak), Aktifitas Sosial dan mendengarkan murottal. 
Kenapa cara di atas dikatakan ampuh ? mari kita simak penjelasannya.

1. Penurunan kognitif ini dapat diperbaiki dengan diberikan senam otak. Biasanya latihan ini yang dianjurkan empat kali seminggu, masing-masing sekitar 15–20 menit. Brain Gym mengoptimalkan otak belahan kanan secara garis besar bertugas mengontrol badan bagian kiri, serta berfungsi untuk intuitif, merasakan, bermusik, menari, kreatif, dan melihat keseluruhan. Otak kanan juga mendorong manusia untuk bersosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain, serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan pemahaman, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh. Otak belahan kiri secara garis besar bertugas mengatur badan bagian kanan yang berfungsi untuk berpikir logis, rasional, menganalisis, kemampuan menulis dan membaca, berbicara. Ada banyak senam otak yang bisa pembaca bisa sangat mudah mempratikannya dirumah. Salah satunnya dengan menggunakan jari,  angkat jari telunjuk dan jari tengah pada tangan kanan kemudian angkat kelima jari pada tangan kiri. Goyangkan secara bersamaan selama 30 detik kemudian pindah posisi jari pada tangan yang berbeda, lakukan secara berulang sekitar 4-5 kali. Setelah itu angkat jari telunjuk pada tangan kanan dan angkat jari telunjuk dan tengah pada tangan kiri, lakukan pemindahan posisi jari seperti gerakan sebelumnya.  

2. Art Therapy (terapi menggambar) dapat meningkatkan perhatian dan orientasi pada orang yang mengalami demensia, mengurangi gejala perilaku dan psikologis, meningkatkan keterampilan sosial  dan meringankan beban keluarga atau care giver penderita demensia. Terapi menggambar ini dilakukan dengan menggunakkan pensil,pensil warna dan buku gambar atau kertas. Lansia diminta untuk menggambar segala sesuatu yang iingin mereka gambar dan setelah selesai menggambar lansia diminta untuk menceritakan isi dari gammbarya. Terapi menggambar ini terbukti ampuh karena telah digunakan pada lansia di panti jompo.
3. Permainan puzzle ini bertujuan untuk mengasah daya pikir, melatih kesabaran dan membiasakan kemampuan berbagi dan juga dapat digunakan untuk permainan edukasi karena dapat mengasah otak melatih kecepatan pikir dan tangan. Permainan ini dapat dilakukan selama 30 menit sebanyak 3 kali seminggu. Caranya adalah menyusun balok-balok kayu sesuai gambar yang telah ditentukan. Lansia dan keluarga tidak perlu khawatir dan bingung untuk menggunakan puzzle yang seperti apa, karena di Indonesia telah hadir Puzzle dari balok kecil yang di adopsi dari negara sakura Jepang.
4. Akifitas Sosial, bergabung dengan sebuah komunitas misalnya pendidikan lanjut usia, sekolah lansia, komunitas pengajian ataupun komunitas yang lain ini dapat membantu kita untuk lebih produktif karena kita akan berinteraksi satu sama lain serta menambah wawasan pengetahuan kita.
5. Permainan congklak Permainan dakon merupakan salah satu media terapi yang digunakan untuk merangsang dan mengolah fungsi otak termasuk memori/daya ingat, konsentrasi, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung. Permainan dakon membutuhkan perhitungan yang cermat harus dilakukan dengan senang dengan penuh sportifitas/kejujuran. Permainan dakon sebagai terapi stimulasi kognitif merupakan terapi yang terbukti efektif meningkatkan fungsi kognitif lanjut usia pada demensia ringan-sedang. Permainan conglak ini dapat dilakukan dengan anggota keluarga dirumah.
6. Mendengarkan Murottal, cara ini ternyata ampuh untuk mencegah pikun dan telah banyak penelitian yang membuktikannya. Kita hanya mendengarkan minimal 30 menit dalam sehari. Mendengarkan murottal ini dapat meningkatkan kosentrasi, melatih sistem pendengaran kita serta memberikan kenyamanan untuk psikologis. 

Tips-tips ini dapat diterapkan didalam kehidupan kita sehari-hari dan tidak memakan waktu lama. Selain cara ini mudah dilakukan, waktu kebersamaan dengan keluarga lebih bermakna karena dalam menjalankan tips-tips tersebut membutuhkan dukungan serta peran anggota keluarga untuk mendampingi lansia. Mari bersama cegah penyakit dimensia atau pikun dari sekarang, lansia pantas untuk produktif lansia pantas untuk bahagia. Selamat mencoba!!

Selasa, 08 Januari 2019

Tips Ampuh Mencegah Pikun Sejak Dini







Tips Ampuh Mencegah
 Pikun Sejak Dini

Oleh :
Ainun Jariah,S.Kep.,Ns & DR. Titih Huriah, S.Kep.,Ns, M.Kep.,Sp.Kom
(Mahasiswa Magister Keperawatan & Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

Menjadi tua adalah proses kehidupan yang pasti untuk manusia namun menjadi seseorang yang produktif di masa tua adalah sebuah pilihan. Seiring bertambah usianya seseorang maka akan diikuti dengan perubahan fisik dan fisiologis diantaranya fungsi organ tubuh melemah sehingga tidak jarang kita temukan orang lanjut usia yang mengalami hipertensi, asam urat, nyeri atau sakit pada tulang maupun pandangan kabur dan mengalami penurunan daya ingat yang biasanya disebut dengan pikun. Pikun atau dalam istilah medisnya dimensia disebabkan oleh adanya kerusakan pada sel-sel otak yang membuat kemampuan komunikasi antar sel-sel tersebut terganggu. Pikun ini juga bukanlah proses normal dari sebuah penuaan. Menurut Britannica (2012) penyakit lupa atau pikun dapat dialami siapa saja dan dari berbagai usia, namun orang tua memang lebih rentan untuk mengalaminya.
Mengalami kelupaan memang suatu hal yang wajar, tetapi kalau sudah keseringan lupa itu bukan lagi sesuatu hal yang wajar. Sering lupa bisa diartikan bahwa otak kita lemah dalam mengingat sesuatu. Pada usia muda juga bukannya tidak mungkin, terjadi penurunan memori otak di usia produktif. Penyakit lupa di usia muda salah satunya disebabkan gaya hidup yang tidak sehat. Tanda-tanda awal pada penyakit pikun (dimensia) adalah:
1.      Sering lupa peristiwa yang baru saja terjadi, lupa janji, menanyakan atau menceritakan hal yang sama berulang kali
2.      Sulit melakukan aktivitas sehari-hari dengan gejala lupa cara memasak, mengoperasikan telepon, tidak dapat melakukan perhitungan sederhana dan bekerja dengan waktu yang lebih lama dari biasa.
3.      Sering lupa akan waktu (hari, tanggal dan jam)
4.      Kesulitan dalam berkomunikasi (tiba-tiba lupa dengan apa yang ingin disampaikan)
5.      Sering lupa letak suatu benda yang telah disimpan.
6.      Salah membuat keputusan  dengan gejala berpakaian tidak serasi dan tidak merawat diri dengan baik
7.      Tidak bersemangat melakukan hobi atau hal yang disukai
8.      Emosi yang mudah berubah bingung, curiga, depresi, takut, atau tergantung pada anggota keluarga, mudah kecewa dan putus asa, baik di rumah maupun dalam pekerjaan.
Oleh karena itu penulis akan membagikan tips yang telah dirangkum dari hasil beberapa penelitian untuk mencegah terjadinya pikun atau dimensia diantaranya.
1.      Olahraga, olahraga ini dapat membantu meningkatkan kekuatan dan efisiensi gerak serta dapat melatih daya ingat contonya melakukan senam otak (brain gym)..
2.      Bermain Puzzle, permainan ini menjadi  sebuah terapi untuk melatih kosentrasi otak kita yang dapat menjadikan otak dapat berpikir atau beraktifiitas secara intelektual.
3.      Bermain catur dan Bermain congklak ternyata permainan yang digandrungi oleh semua kalangan umur ini mampu mencegah dan meminimalisir terjadinya piku karena dalam permainan ini mengajak para pemain untuk berpikir menggunakan otak dalam memecahkan masalah yang ada dan hal itu  juga disertai dengan interaksi antar pemainnya.
4.      Menggambar (Art Therapy), kegiatan ini dilakukan dengan  cara menggambarkan moment kita yang terjadi  dimasa lampau atau menggambar sesuatu kemudian menceritakan kembali.
5.      Akifitas Sosial, bergabung dengan sebuah komunitas misalnya pendidikan lanjut usia, sekolah lansia, komunitas pengajian ataupun komunitas yang lain ini dapat membantu kita untuk lebih produktif karena kita akan berinteraksi satu sama lain serta menambah wawasan pengetahuan kita.
Dengan beberapa tips yang telah dijabarkan diatas diharapkan bisa diterapkan langsung oleh lansia maupun anak muda sehingga dapat mencegah penyakit lupa (pikun) sejak dini.




TEORI MADELEINE M. LAININGER

TEORI MADELEINE M. LAININGER A.     Latar Belakang Pada era globalisasi seperti ini dan semakin berkembangnya tekhnologi secara t...