LAPORAN PENDAHULUAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF)
A.
Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita;
2010; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
(Ngastiyah, 2011)
Dengue
Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai
gejala perdarahan dan jika timbul
tengatan angka kematiannya cukup
Dengue
Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang
baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban
pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat
menimbulkan syok yang disebabkan virus
dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes. (Soedarto, 2010)
Dengue
Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
pertama (Soeparman; 2009)
B. Etiologi
1.
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit
ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari
empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue
tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya
secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 2010)
2.
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang
ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus,
aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes
Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang
lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut
berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih
yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)
maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang
hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 2010)
3.
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue
untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi
tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang
sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF)
akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe
tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 2010).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue
yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut
menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi –
virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2
di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang
akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi
– virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak
teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik.
Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus
dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam
sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen
sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan
permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang
intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila
kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3)
kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1)
peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan
oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2010; 419).
D. Manifestasi KLINIS infeksi virus
dengue
1.
Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung
selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.
Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala
dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 2010 ; 39).
2.
Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2
dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet
yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan
purpura. ( Soedarto, 2010 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ;
296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat. (Ngastiyah, 2011 ; 349).
3.
Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati
sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan
kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 2010 ; 39).
4.
Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari
ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi
yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta
sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto, 2010; 39).
KLASIFIKASI DHF
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue
Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :
a.
Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas,
uji taniquet hasilnya positif
b.
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan
gejala – gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa,
epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
c.
Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala
kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 /
menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 /
80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
d.
Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak
terukur (denyut jantung > - 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 2009 mengklasifikasikan DHF menurut derajat
penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a.
Derajat I
Demam disertai
gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet
positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b.
Derajat II
Sama dengan
derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c.
Derajat III
Ditandai oleh
gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt )
tekanan nadi sempit ( £ 120 mmHg
), tekanan darah menurun, (120/80 ® 120/100 ® 120/110 ® 90/70 ® 80/70 ® 80/0 ® 0/0 )
d.
Derajat IV
Nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak
biru.
Derajat (WHO 2005):
a.
Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan
dikulit atau perdarahan lain.
c.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan
kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
TANDA DAN GEJALA
Selain tanda dan
gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain
adalah :
-
Hati membesar, nyeri spontan
yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
-
Asites
-
Cairan dalam rongga pleura (
kanan )
-
Ensephalopati : kejang,
gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri
epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang.
E.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
Trombositopenia (< 100.000 / mm3)
, Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia (mungkin normal atau
leukositosis), isolasi virus, serologis
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF
(complement fixation) dan anti bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998
; 69), yang hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer
antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada
stadium rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI
dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi
sampai lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut >
1/1280 maka kadang titernya dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi.
Pada renjatan yang berat maka diperiksa :
Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda
perbaikan) faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever
(DHF)WHO tahun 1997:
Klinis:
-
Demam tinggi dengan mendadak
dan terus menerus selama 2-7 hari.
-
Menifestasi perdarahan petikie,
melena, hematemesis (test rumple leed).
-
Pembesaran hepar.
-
Syock yang ditandai dengan nadi
lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah.
Laboratorium:
-
Trombositopenia (< 100.000/
uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.
F.
DIAGNOSA BANDING
1.
Belum / tanpa renjatan :
1.
Campak
2.
Infeksi bakteri / virus lain
(tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem, hepatitis,
chikungunya)
Dengan
renjatan
1.
Demam tipoid
2.
Renjatan septik oleh kuman gram
negatif lain
Dengan
perdarahan
1.
Leukimia
2.
Anemia aplastik
Dengan
kejang
Ensefalitis
meningitis
G.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
seperti juga penyakit menular laibn didasarkan atas meutusan rantai penularan,
terdiri dari virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat
vaksin yang efektif terdapat virus itu maka pemberantasan ditujukan pada
manusia terutama pada vektornya. (Soemarmo, 20100
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF
1)
manfaatkan perubahan keadaan
nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan pada saat
hsedikit terdapatnya DHF / DSS
2)
memutuskan lingkaran penularan
dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan
kesempatan penderita veremia.
3)
Mengusahakan pemberantasan
vektor di pusat daerah pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah
penyangga sekitarnya.
4)
Mengusahakan pemberantasan
vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi
Menurut Rezeki
S, 2010 : 22,
Pemberantasan
penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang paling penting adalah upaya
membasmi jentik nyamuk penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M”
yaitu
1)
Menguras tempat – tampet
penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya sxeminggu sekali atau
menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2)
Menutup rapat – rapat tempat
penampung air dan
3)
Menguburkan / menyingkirkan
barang kaleng bekas yang dapat menampung air hujan seperti ® dilanjutkan di baliknya.
H.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue
Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 2010)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak
perlu dirawat, Dengue Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak
memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam
pengawasan penderita di rumah dengan
kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi
virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu: Panas 1-2 hari disertai dehidrasi
(karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang–kejang.
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut,
pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesakitan, Hb dan Ht/PCV
meningkat, Panas disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic
Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
Dengan Renjatan ;
Grade III
1.
Berikan infus Ringer Laktat 20
mL/KgBB/1 jam
Apabila
menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan
frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat
10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan
dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
·
100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak
dengan BB < 25 Kg
·
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak
dng berat badan 26-30 Kg.
·
60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak
dengan BB 31-40 Kg.
·
50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak
dengan BB 41-50 Kg.
2.
Apabila satu jam setelah
pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari
80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg
BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika
keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24
jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi
renjatan.
3.
Apabila satu jam setelah
pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi,
tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L
atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg
BB dalam kurun waktu 24 jam.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Identitas
-
Umur: DHF merupakan penyakit
daerah tropik yang sering menyebabkan kematian pada anak, remaja dan dewasa (
Effendy, 2010
).
-
Jenis kelamin: secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF. Tetapi kematian lebih
sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
-
Tempat tinggal: penyakit ini
semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja, kemudian menyebar kehampir
seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah
penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.
Keluhan utama
Penderita mengeluh badannya panas
(peningkatan suhu tubuh) sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu
makan menurun.
Riwayat penyakit sekarang
Sering terdapat riwayat sakit kapala, nyeri
otot dan pegal pada seluruh badan, panas. Sakit pada saat menelan, lemah, nyeri
ulu hati, mual, muntah dan penurunan nafsu makan.
Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada hubungan antara penyakit yang
pernah diderita dahulu dengan penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau
dahulu pernah menderita DHF, penyakit itu bisa terulang dengan strain yang
berbeda.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit
ini tidak ada hubungan dengan faktor
genetik dari ayah atau ibu.
Riwayat adanya penyakit DHF didalam
keluarga yang lain (yang tinggal didalam satu rumah atau beda rumah dengan
jarak rumah yang berdekatan) sangat menentukan karena penyakit ini dapat
ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
Riwayat kesehatan lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2
nyamuk aedes:
-
Aedes aigepty: Merupakan nyamuk
yang hidup di daerah tropis terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah,
yaitu pada tempat penampungan air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang
dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk + 100 meter.
-
Aedes albapictus.
Riwayat tumbuh kembang
Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan
berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada
rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun
yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan
2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter
menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada
rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5
tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5
cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
Tahap perkembangan.
§
Perkembangan psikososial ( Eric
Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman
baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi
anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan
motorik dan bahasanya.
§
Perkembangan psikosexsual (
Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang
bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih
dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
§
Perkembangan kognitif ( Piaget
) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun )
dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna,
konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
§
Perkembangan moral berada pada
prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong,
melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan
peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
§
Perkembangan spiritual yaitu
mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar –
salah untuk menghindari hukuman.
§
Perkembangan body image yaitu
mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran
jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
§
Perkembangan sosial yaitu
berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi
kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi
perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
§
Perkembangan bahasa yaitu
vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai
bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang
familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima
atau memberikan perintah sederhana.
§
Tingkah laku personal sosial
yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai
menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa
dia mempunyai lingkungan luar.
§
Bermain jenis assosiative play
yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan
dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari,
memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus
mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III;
dan campak.
Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90
kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari.
Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi
![](file:///C:/Users/USER/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image029.gif)
Klasifikasinya sebagai berikut :
Ø Gizi buruk kurang dari 60%
Ø Gizi kurang 60 % - <80 %
Ø Gizi baik 80 % - 110 %
Ø Obesitas lebih dari 120 %
Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
1.
Perpisahan
a.
Protes : pergi, menendang,
menangis
b.
Putus asa : tidak aktif,
menarik diri, depresi, regresi
c.
Menerima : tertarik dengan
lingkungan, interaksi
2.
Kehilangan kontrol :
ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan menyebabkan
anak malu, bersalah dan takut.
3.
Perlukaan tubuh : konkrit
tentang penyebab sakit.
4.
Lingkungan baru, memulai
sosialisasi lingkungan.
Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
1.
Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak,
perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi,
effusi pleura (crackless).
2.
Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I
: uji tourniquet positif,
trombositipenia, perdarahan spontan dan hemokonsentrasi.Pada grade II disertai
perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Pada grade III dapat terjadi
kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah (tachycardia),tekanan nadi
sempit, hipotensi, cyanosis sekitar
mulut, hidung dan jari-jari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi tidak
teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
3.
Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I
dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan IV gelisah, rewel,
cengeng → apatis → sopor → coma. Grade 1
sampai dengan IV dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan nyeri di berbagai
bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di belakang bola mata.
4.
Sistem perkemihan
Produksi urine
menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama pada grade III, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing,
kencing berwarna merah.
5.
Sistem Pencernaan /
Gastrointestinal
Perdarahan pada
gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri
tekan tanpa disertai dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah
(melena).
6.
Sistem integumen
Terjadi peningkatan
suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam makulopapular
1.
Riwayat Tumbuh Kembang
a.
Tahap pertumbuhan
Pada anak umur
empat tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6
tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi
ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5
tahun yaitu 18,7 kg. Untu anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat
badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter
menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada
rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5
tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5
cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap
perkembangan.
§ Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa
bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi
atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan
sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
§ Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase
oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis
kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan
Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
§ Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional
yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7
tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan
konsep waktu belum benar dan magical thinking.
§ Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan
kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari
teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh
keluarga.
§ Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari
ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
§ Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik,
jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin,
membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
§ Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation –
Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang
tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun
dengan sedikit atau tidak protes.
§ Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100
kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat.
Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan
nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
§ Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan
permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai
pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
§ Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang
mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan
motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
II. PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Peningkatan suhu tubuh
(Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia).
2.
Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
3.
Resiko syok hypovolemik
berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler
4.
Resiko gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
5.
Resiko terjadinya cidera
(perdarahan) berhubungan dengan penurunan factor-fakto pembekuan darah (
trombositopeni )
6.
Kecemasan berhubungan dengan
kondisi klien yang memburuk dan perdaahan
7.
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangya informasi.
Diagnosa Keperawatan,
Tujuan, Kriteria Hasil, Intervensi & Rasional
1.
Peningkatan suhu tubuh
(Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia).
Tujuan : Suhu
tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.
Kriteria hasil
: Suhu tubuh antara 36 – 37, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal
(80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
Intervensi :
a.
Berikan kompres (air biasa /
kran).
Rasional :
Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi
b.
Berikan / anjurkan pasien untuk
banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
Rasional :
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c.
Anjurkan keluarga agar
mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada klien.
Rasional :
Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.
d.
Observasi intake dan output,
tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional :
Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
e.
Kolaborasi : pemberian cairan
intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.
Rasional :
Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.
2.
Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak
terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria :
Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N:
80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3
detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
a.
Observas vital sign tiap 3
jam/lebih sering
Rasional :
Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b.
Observasi capillary Refill
Rasional :
Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c.
Observasi intake dan output.
Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
Rasional :
Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d.
Anjurkan untuk minum 1500-2000
ml /hari (sesuai toleransi)
Rasional :
Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e.
Kolaborasi : Pemberian cairan
intravena, plasma atau darah.
Rasional :
Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic
syok.
3.
Resiko Syok hypovolemik
berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak
terjadi syok hipovolemik
Kriteria :
Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a.
Monitor keadaan umum pasien
Raional ; Untuk
memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
b.
Observasi vital sign setiap 3
jam atau lebih
Rasional :
Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok / syok
c.
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional :
Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d.
Kolaborasi : Pemberian cairan
intravena
Rasional :
Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara
hebat.
e.
Kolaborasi : pemeriksaan : HB,
PCV, trombo
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk
acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
4.
Resiko gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak
terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria :
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan
meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah
berkurang.
Intervensi :
a.
Kaji riwayat nutrisi, termasuk
makanan yang disukai
Rasional :
Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b.
Observasi dan catat masukan
makanan pasien
Rasional :
Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c.
Timbang BB tiap hari (bila
memungkinkan )
Rasional :
Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d.
Berikan / Anjurkan pada klien
untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional :
Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.
e.
Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional :
Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f.
Hindari makanan yang merangsang
(pedas / asam) dan mengandung gas.
Rasional : :
Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi muntah.
g.
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses penyembuhan.
h.
Sajikan makanan dalam keadaan
hangat.
i.
Anjurkan pada klien untuk
menarik nafas dalam jika mual.
j.
Kolaborasi dalam pemberian diet
lunak dan rendah serat.
k.
Observasi porsi makan klien,
berat badan dan keluhan klien.
5.
Resiko terjadi perdarahan
berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ).
Tujuan : Tidak
terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD
100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan
spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal
(150.000/uL).
Intervensi :
a.
Anjurkan pada klien untuk
banyak istirahat tirah baring ( bedrest )
Rasional :
Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
b.
Berikan penjelasan kepada klien
dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan,
dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi,
hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).
Rasional :
Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila
terjadi perdarahan.
c.
Antisipasi adanya perdarahan :
gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10
menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta
tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional :
Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
d.
Kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium secara berkala (darah lengkap).
e.
Monitor tanda-tanda penurunan
trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan
trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap
tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
f.
Monitor trombosit setiap hari
Rasional :
Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
g.
Kolaborasi dalam pemberian
transfusi (trombosit concentrate).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana
Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal
Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah
(1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua.
Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih.
(1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suharso
Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga.
Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar