LAPORAN
PENDAHULUAN
HALUSINASI
PENDENGARAN
A. Kasus (Masalah Utama)
Perubahan
sensori persepsi perceptual : halusinasi
B. Proses Terjadinya
masalah
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya
rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan
sadar/terbangun. (Maramis, 2005).
Halusinasi
adalah keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola diri
stimulus yang mendekat yang diperkasai
secara internal atau eksternal disertai
dengan suatu pengurangan berlebihan distrarsi atau kelainan berespon terhadap
stimulus (Nurjanah, 2004).
Menurut Aziz
(2003) halusinasi adalah suatu
persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak
sebagai suatu yang “khayal”. halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari
kehidupan mental penderita yang “terepsi”. Halusinasi dapat terjadi karena
dasar-dasar organik fungsional, psikotik maupun histerik.
Halusinasi adalah gangguan pencerpan (persepsi)
panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart & Sundeen, 1998).
Kondisi dimana individu mengalami perubahan dalam
jumlah atau pola dari stimuli yang dating dikaitkan dengan penurunan,
berlebihan, distorsi atau kerusakan respon terhadap stimulasi (Nurjannah,
2004).
Halusinasi penglihatan dengan Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama
yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
Pada
klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi (Aziz, 2003) dengan
karakteristik tertentu, diantaranya:
a.
Halusinasi
pendengaran (auditif, akustik)
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah
terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi.
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada
pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan
Sundeen, 2006).
Tanda dan gejala:
Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:
1)
Melirikan
mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara.
2)
Mendengarkan dengan
penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda
mati seperti mebel, tembok dll.
3)
Terlibat
percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4)
Menggerak-gerakan mulut
seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
b.
Halusinasi
penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit
organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran- gambaran yang mengerikan.
c.
Halusinasi
penciuman (olfaktorik)
Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi
moral
d.
Halusinasi
pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan
halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu
e.
Halusinasi
raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada
ulat yang bergerak di bawah kulit
f.
Halusinasi
seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada
skizoprenia denagn waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
g.
Halusinasi
kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau
ruangan atau anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya ”phantom
phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak.
h.
Halusinasi
viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
Fase Halusinasi
Halusinasi
yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart & Laraia (2001) membagi fase
halusinasi dalam empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan
klien mengendalikan dirnya. Semakin erat fase halusinasi, klien semakin berat
mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan
Karakteristik: klien
mengalami persaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan
takut, serta mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Individu
mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda dalam kendali
kesadaranjika ansietas dapat ditangani. Merupakan non psikosis
Perilaku
klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam
dan asyik sendiri.
b.
Fase II: Condeming
Ansietas berat,
halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik: pengalaman sensori yang
menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dsan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Merupakan
halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda system
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan
tekanan darah. Rentang perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c.
Fase III: Controlling
Ansietas
berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik: klien menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien
mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis.
Perilaku
klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan dengan orang lain dan
rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien menunjukkan adanya
tanda-tanda fisik ansietas berat yaitu berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah.
d.
Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi
melebar dalam halusinasinya.. Karakteristik: pengalaman sensori menjadi
mengancam, jika klien mengikuti perintah halusinasi halusinasi berakhir dari
beberapa jam atau hari jika tidak ada intrevensi terapeutik. Merupakan
halusinasi pada keadaan psikosis berat.
Perilaku klien:
perilaku terror akibat panik. Klien berpotensi kuat untuk melakukan suicide atau homicide. Aktivitas fisik klien merefleksikan isi halusinasi
seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia, klien tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
2. Rentang Respon
Halusinasi merupakan
respon maladaptive individu yang berada dalam rentang respon neurologi (Stuart,
2001). Ini merupakan respon persepsi paling mal adaptif. Jika pasien sehat
persepsinya akurat mampu mengidentifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera. Klien dengan halusinasi menginterpretasikan dengan
stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara
kedua respon itu adalah respon individu yang karena suatuhal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang di dilakukannya
terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai dengan timulus yang
diterima. Rentang respon tersebut digambarkan sesuai gambar :
Respon adatif Respon
maladaptif
- Pikiran
logis - Pikiran kadang - Kelainan pikiran
menyimpang
atau delusi
- Persepsi
akurat - Illusi - Halusinasi
- Emosi konsisten - Reaksi emosional - Ketidakmampuan
dengan pengalaman berlebih/kurang mengalami emosi
- Perilaku sesuai - Perilaku ganjil/ - Ketidakteraturan
hubungan tak
lazim
- Hubungan social - Menarik diri - Isolasi sosial
3. Manifestassi klinis
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang
ditampilkan (tim keperawatan jiwa FIK- UI, 1999)
TAHAP
|
KARAKTERISTIK
|
PERILAKU KLIEN
|
Tahap 1
·
Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan
|
·
Mengalami ansietas, kesepian,rasa bersalah, dan
ketakutan.
·
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas.
·
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol
kesadaran NON PSIKOTIK
|
·
Tersenyum, tertawa sendiri.
·
Menggerakkan bibir tanpa suara.
·
Pergerakan mata yang cepat.
·
Respon verbal yang lambat.
·
Diam dan berkonsentrasi.
|
Tahap 2
·
Menyalahkan
·
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antipati
|
·
Pengalaman sensori menakutkan.
·
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.
·
Mulai merasa kehilangan kontrol.
·
Menarik diri dari orang lain.
·
NON PSIKOTIK
|
·
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan
tekanan darah.
·
Perhatian dengan lingkungan berkurang.
·
Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
·
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan
realitas
|
Tahap 3
·
Mengontrol.
·
Tingkat kecemasan berat.
·
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
|
·
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
(halusinasi)
·
Isi halusinasi menjadi atraktif.
·
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
·
PSIKOTIK
|
·
Perintah halusinasi ditaati.
·
Sulit berhubungan dengan orang lain.
·
Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa
detik.
·
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak
tremor dan berkeringat..
|
Tahap 4
·
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi.
·
Klien panik.
|
|
·
Perilaku panik.
·
Resiko tinggi mencederai.
·
Agitasi atau kataton
·
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
|
4. Kemungkinan Penyebab
a.
Factor predisposisi
1)
Biologis
Gangguan
perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf pusat dapat membuat
gangguan realita. Gejala yang mungkintimbul adalah : hambatan dalam belajar,
berbicara, daya ingat dan muncul perilaku ,menarik diri.
2)
Psikologis
Keluarga,
pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis klien,
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah :
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3)
Sosio budaya
Kondisi
social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan,
konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
b.
Factor presipitasi
1)
Stresor internal
Dari
individu sendiri seperti proses penuaan
2)
Stresor eksternal
Dari
luar individu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan lingkungan dan bencana.
3)
Waktu
/ lama terpapar stresor
4)
jumlah
stresor
5. Kemungkinan akibat bila
halusinasi tidak teratasi
a.
Akibat dari halusinasi
Pasien
yang mengalami perubahan persepsi sensori : Halusinasi dapat beresiko mencedrai
diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
b.
Tanda dan gejala
-
Memperlihatkan
permusuhan
-
Mendekati orang lain
dengan ancaman
-
Memberikan kata-kata
ancaman dengan rencana melukai
-
Menyentuh orang lain
dengan cara menakutkan
-
Mempunyai rencana untuk
melukai
-
6. Manajemen Halusinasi
Dalam Nursing Intervention Classification (Mccloskey & Bulechek, 2000).
Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina hubungan
terapeutik dan saling percaya, dukung klien bertanggung jawab terhadap
perilakunya, manajemen halusinasi, pendidikan kesehatan: proses penyakit, dan
perawatan serta fasilitasi kebutuhsn belajar.
Adapun tindakan dalam manajemen
halusinasi menurut Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia
Pemerintah Provinsi Daerah Yogyakarta (2006) adalah:
a.
Diskusikan cara baru
untuk memutus atau mengontrol halusinasi
b.
Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus atau mengontrol yang telah dipilih dan dilatih
c.
Beri kesempatan untuk
melakukan cara mengontrol atau memutus halusinasi yang telah dipilih atau
dilatih
d.
Evaluasi
bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan
e.
Beri reinforcement
positif kepada klien terhadap cara yang dipilih dan diterapkan
f.
Libatkan
klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi umum, dan stimulasi
persepsi halusinas
Menurut Stuart
(2006) salah satu strategi dalam merawat klien halusinasi dengan mengkaji
gejala halusinasi yaitu:
a.
Lama halusinasi
Mengamati isyarat perilaku yang mengindikasikan
adanya halusinasi
b.
Intensitas
Mengamati isyarat yang mengidentifikasikan tingkat
intensitas dan lama halusinasi
c.
Frekuensi
Membantu pasien mencatat banyaknya ha,usinasi yang
dialami klien setiap hari.
1. Penatalaksanaan medis pada halusinasi penglihatan
Penatalaksanaan klien
skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang
lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala
psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah
:
KELAS KIMIA
|
NAMA GENERIK
(DAGANG)
|
DOSIS HARIAN
|
Fenotiazin
|
Asetofenazin
(Tindal)
Klorpromazin
(Thorazine)
Flufenazine
(Prolixine, Permitil)
Mesoridazin
(Serentil)
Perfenazin
(Trilafon)
Proklorperazin
(Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin
(Mellaril)
Trifluoperazin
(Stelazine)
Trifluopromazin
(Vesprin)
|
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
|
Tioksanten
|
Klorprotiksen
(Taractan)
Tiotiksen (Navane)
|
75-600 mg
8-30 mg
|
Butirofenon
|
Haloperidol
(Haldol)
|
1-100 mg
|
Dibenzodiazepin
|
Klozapin (Clorazil)
|
300-900 mg
|
Dibenzokasazepin
|
Loksapin (Loxitane)
|
20-150 mg
|
Dihidroindolon
|
Molindone (Moban)
|
15-225 mg
|
b.
Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
ECT
adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan
kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk
terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
Indikasi
terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik depresi, klien
schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik. ECT lebih efektif
dari antidepresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid,
dan gejala vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari
selama 4 minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan
ECT. Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika
litium karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x
terapi untuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan
waktu lebih lama yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan
frekuensi 2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan
setelah 2-6 terapi.
c.
Terapi aktivitas kelompok (TAK Stimulasi Persepsi)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapii yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau /
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasill diskusi kelompok dapat
berupa kesepakatn persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. Tujuan umum
TAK stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang di akibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan
khususnya :
1) Klien dapat memmpersiapkan stimuls yang di paparkan
kepadanya dengan tepat
2) Klien dapat menyelesaikan masalah yan timbul ari stimulus yang di alami.
C.
Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1.
Masalah
Keperawatan
a.
Resiko
kekerasan terhadap diri dan orang lain
b.
Perubahan
sensori perseptual : halusinasi
c.
Isolasi
sosial : menarik diri
d.
Hambatan
komunikasi verbal
e.
Defisit
perawatan diri
D.
Diagnosa Keperawatan : NANDA
1.
Gangguan sensori persepsi: halusinasi (audiotori, visual,
perabaan, pengecapan, dan pengidu) b.d perubahan penerimaan sensori, transmisi
dan integrasi, perubahan sensori persepsi, stress psikologis, stimulus
lingkungan berlebih, stimulus lingkungan tidak mencukupi, ketidakseimbangan
biokimia penyebab distorsi sensori (illusi, halusinasi), ketidakseimbangan
elektrolit, ketidakseimbangan biokimia.
2.
Resiko kekerasan terhadap
diri sendiri b.d kerusakan kognisi persepsual,ide bunuh diri, riwayat percobaan
bunuh diri multiple, rencana bunuh diri, status emotional, petunjuk
verbal(bicara kematian, lebih baik tanpa diriku, menanyakan dosis obat yang
mematikan), kesehatan mental(psikosis, gangguan personalitas berat
penyalahgunaan alkohol), konflik hubungan interpersonal, latar belakang
keluarga.
3.
Isolasi sosial b.d perubahan status mental, tidak mampu dalam
memuaskan hubungan pribadi, nilai social tidak diterima, perilaku social tidak
diterima, sumber personal tidak adekuat, keterkaitan imatur, perubahan
penampilan fisik, perubahan keadaan sejahtera
4.
Gangguan pola tidur b.d ketidak nyamanan psikologis yang lama,
pola aktifitas sehari, tempramen, tidur yang sehat tidak adekuat, perubahan
frekuensi dan jadwal tidur, depresi, sendirian, berduka, takut, cemas, lelah,
bosan, antisipasi.
5.
Defisit perawatan diri
mandi/kebersihan, berpakaian/berhias,
toileting, berhubungan dengan
kurang atau penurunan motivasi, lemah atau lelah, cemas berat, kerusakan
kognisi atau perceptual, Nyeri, kerusakan neurovaskuler, kerusakan
musculoskeletal, hambatan lingkungan
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan psikologi
(psikosis, kurang stimulus), perbedaan kebudayaan, penurunan sirkulasi ke otak,
hambatan fisik, kelainan anatomi, tumor otak, perbedaan berhubungan dengan
perkembangan umur, efek samping obat, keterbatasan lingkungan, ketidakhadiran
orang tedekat, perubahan persepsi, kurang informasi, stress, perubahan konsep
diri atau harga diri, kondisi fisiologis, perubahan system saraf pusat,
kelemahan system muskulosskeletal, konmdisi emosional.
7. Kurang
Pengetahuan berhubungan denganketerbatasan
kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NURSING CARE PALNING (NCP)
PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
A. PENGKAJIAN FOKUS
1.
Faktor Predisposisi
a.
Faktor perkembagan
terlambat
1)
Usia bayi, tdak
terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan
rasa aman
2)
Usia
balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
3)
Usia sekolah mengalami
peristiwa yang terselesaikan
b.
Faktor komunikasi dalam
keluarga
1)
Komunikasi peran ganda
2)
Tidak ada komunikasi
3)
Tidak ada kehangatan
4)
Komunikasi dengan emosi
berlebihan
5)
Komunikasi tertutup
6)
Orang tua membandingkan
anak-anaknya, orang tua yang otoritas, dan komflik orang tua.
c.
Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah
putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negative dan koping destruktif.
d.
Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada
usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
e.
Faktor biologis
Adanya kejadian fisik
berupa atropi otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar, dan bentuk sel
koteks limbik.
f.
Faktor genetik
Ada pengaruh herediter
(keturunan) berupa anggota terdahulu yang mengalami skizofrenia dan kembar
monozigot.
2.
Perilaku
Bibir komat-kamit,
tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk-angguk seperti mendengar
sesuatu, tiba-tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau
membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu
arah, menarik diri.
3.
Fisik
a.
ADL
Nutrisi tidak adekuat
bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena
ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi
dalam kegiatan aktifitas fisik yang berlebihan atau kegiatan ganjil.
b.
Kebiasaan
Berhenti dari minuman
keras dan penggunaan obat-obatan serta zat halusinogen dan tingkah laku merusak
diri.
c.
Riwayat kesehatan
Skizofrenia delirium
berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d.
Riwayat skizofrenia
dalam keluarga
e.
Fungsi system tubuh
Perubahan barat badan,
hipotermi (demam), neurological perubahan mood, disorientasi ketidakefektifan
endokrin oleh peningkatan temperature.
4.
Status emosi
Afek tidak sesuai,
perasaan bersalah atau malu, sikap negative atau bermusuhan, kecemasan berat
atau panik, suka berkelahi.
a.
Isi halusinasi
1)
Mendengar atau melihat
apa?
2)
Suaranya berkata apa?
b.
Waktu terjadinya
halusinasi
1)
Kapan halusinasi
terjadi?
c.
Situasi pencetus
1)
Dalam
situasi seperti apa halusinasi muncul?
d.
Respon terhadap
halusnasi
1)
Bagaimana
perasaan pasien kalau ada halusinasi
2)
Apa yang dilkukan jika
halusinasi muncul?
e.
Faktor presipitasi
Sosial budaya
Stress lingkungan mengakibatkan respon neurologis
maladapatif
1)
Penuh kritik
2)
Kehilangan harga diri
3)
Gangguan hubungan
interpersonal
4)
Tekanan ekonomi
f.
Status mental
a.
Persepsi: Halusinasi
1)
Pendengaran
2)
Penglihatan
3)
Perabaan
4)
Pengecapan
5)
Penghidu
5.
Status intelektual
Gangguan
persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan, isi pikir.
Data yang perlu dikaji dari setiap jenis halusinaasi
yaitu:
1)
Halusinasi pendengaran
a)
Data objektif
Bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedangkan
telinga kearah tertentu, menutup telinga
b)
Data subjektif
Mendengar suara-suara kegaduhan,
mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
2)
Penglihatan
a)
Data objektif
Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan
sesuatu yang tidak jelas
b)
Data subjektif
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartoon, melihat hantu, atau monster
3)
Perabaan
a)
Data objektif
Menggaruk-garuk kulit
b)
Data subjektif
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti
tersengat listrik
4)
Pengecapan
a)
Data objektif
Sering meludah-ludah
b)
Data subjektif
Merasa seperti urin, darah atau feses
5)
Penciuman
a)
Data objektif
Menghidu seperti sedang mencium
bau-bauan tertentu, menutup hidung
b)
Data subjektif
Membaui bau-bauan seperti darah,
urin, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan
B. INTERVENSI
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
(NIC)
|
1
|
Konusi Akut
berhubungan dengan perubahan persepsi sensori : Halusinasi
|
Setelah
dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x pertemuan diharapkan klien mampu
menetapkan dan mengerti realita/kenyataan serta menyingkirkan kesalahan
persepsi sensori dengan kriteria hasil :
Distorted Thought Control (1403):
1.
Klien
mampu mengenal halusinasi
2.
Klien
mampu mengendalikan halusinasi
3.
Klien mampu menyebutkan frekuensi dari halusinasi
4.
Klien mampu menggambarkan isi dari halusinasi
5.
Klien melaporkan penurunan halusinasi
6.
Klien mampu bertanya mengenai validitas dari realita
7.
Klien
mampu menjalin hubungan dengan orang lain
Skala
penilaian:
1 :
Tidak
pernah ditunjukkan
2 :
Jarang
ditunjukkan
3 :
Kadang
ditunjukkan
4 :
Sering
ditunjukkan
5 :
Selalu
ditunjukkan
Cognitive orientation
1.
Mengidentifikasi
diri
2.
Mengenali
orang yang penting
3.
Mengidentifikasi
tempat sekarang
4.
Mengidentifikasi
hari yang benar
5.
Mengidentifikasi
bulan yang benar
6.
Mengidentifikasi
tahun yang benar
7.
Mengidentifikasi
musim yang benar
Skala :
1 :
Tidak
pernah ditunjukkan
2 :
Jarang
ditunjukkan
3 :
Kadang
ditunjukkan
4 :
Sering
ditunjukkan
5 :
Selalu
ditunjukkan
Cognitive ability
1.
Komunikasi
yang jelas sewajarnya untuk umur dan kemampuan
2.
Mendemonstrasikan
control terhadap kejadian dan situasi
3.
Memperhatikan
4.
Konsentrasi
5.
Mendemonstrasikan
ingatan pendek atau segera
6.
Mendemonstrasikan
ingatan terbaru
7.
Memproses
informasi
8.
Membuat
keputusan penting
Skala :
1 :
Sangat
berkompromi
2 :
Pada
intinya berkompromi
3 :
Sedang
berkompromi
4 :
Sedikit
berkompromi
5 :
Tidak
berkompromi
|
Halusinasi Management
1.
Bangun
hubungan saling percaya dengan klien
2.
Monitor
dan atur tingkat aktivitas dan stimulasi dari lingkungan
3.
Pelihara
lingkungan yang aman
4.
Sediakan
tingkat pengawasan pasien
5.
Catat
tingkah laku klient yang mengindikasikan halusinasi
6.
Pelihara
rutinitas konsisten
7.
Atur konsistensi pemberian perawatan sehari-hari
8.
Dukung
komunikasi yang jelas dan terbuka
9.
Sediakan
kesempatan pada klien untuk mendiskusikan halusinasinya
10. Dukung pasien mengekspresikan perasaanya
dengan cara yang tepat
11. Fokuskan kembalipasien pada topic jika
komunikasi pasien tidak tepat untuk lingkunga
12.
Monitor halusinasi untuk adanya isi halusinasi
kekerasan pada diri atau orang lain
13. Dukung klien untuk menggambarkan control
pada tingkah laku sendiri
14. Dukung klien untuk mendiskusikan
perasaan dan implus daripada bertindakpada mereka
15.
Dukng klien
untuk mempalidasi halusinasi dengan orang yang dipercaya
16.
Tunjukan jika ditanya bahwa anda tidak mengalami
stimuli yang sama
17. Hindari berdebat dengan klien tentang
validitas darihalusinasi
18.
Fokuskan diskusi pada perasaan saat itu, lebih dari isi
halusinasi
19. Sediakan pengobatan rutin antipsikotik
dan antianxiety
20. Sediakan pendidikan pengobatan untuk
pasien dan significant other
21. Monitor pasienuntuk efek samping
pengobatan dan efek terapeutiknyang diinginkan
22. Sediakan keamanan dan kenyamanan pasient
yang orang lain pada saat pasien tidak mampu mengontrol tingkah laku
23. Hentikan atau turunkan pengobatan yang
mungkin menyebabkan halusinasi
24. Sediakan pendidikan tentang penyakit
pada pasienjika halusinasi disebabkan oleh penyakit (misalnya delirium,
schizophrenia dan depresi)
25.
Didik keluarga tentang cara untuk cara untuk mengatasi
pasien yang mengalami halusinasi
26. Monitor kemampuan merawat diri
27. Bantu perawatan diri jika diperlukan
28. Monitor status fisik pasien
29. Sediakan istirahat yang cukup dan
nutrisi
30. Libatkan pasien dalam aktivitas
berdasarkan realita yang mungkin mengalihkan dari halusinasi
Cognitive stimulation
1.
Konsultasikan
dengan keluarga untuk membangun dasar kognitif klien
2.
Informasikan
pada pasien mengenai kejadian yang tidak mengancam baru-baru ini
3.
Tawarkan
stimulasi lingkungan melalui kontak dengan personel yang bervariasi
4.
Munculkan
perubahan secara berangsur
5.
Sediakan
kalender
6.
Stimulasi
memori dengan mengulang pikiran pasien terakhir yang diekspresikan
7.
Bicara
pada pasien
8.
Sediakan
rencana stimulasi persepsi
9.
Gunakan
tv, radio, atau music sebagai bagian dari program stimulasi
10.
Ijinkan
periode istirahat
11.
Tempatkan
objek familiar dan foto dilingkungan pasien
12.
Gunakan
pengulangan untuk menyampaikan materi baru
13.
Metode
bervariasi dalam menyampaikan materi
14.
Gunakan
alat bantu memori: ceklist, jadwal dan pengumuman
15.
Kuatkan
atau ulangi informasi
16.
Sampaikan
informasi sedikit dan konkrit
17.
Minta
pasien untuk mengulang informasi
18.
Gunakan
sentuhan terapeutik
19. Sediakan komunikasi
verbal dan instruksi tertulis
Environmental management
1.
Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
2.
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan
tinga fungsi fisik dan cogniti dan riwayat tingkah laku masa lalu
3.
Pindahkan lingkungan yang berbahaya
4.
Pindahkan obyek yang berbahaya dari lingkungan
5.
Amankan
dengan menggunaka penghalang tempat tidur
6.
jika
tepat
7.
Awasi
pasien selama aktifitas diluar ruangan dengan cara yang tepat
8.
Sediakan
tempat tidur dengan ketinggian yang rendah dengan cara yang tepat
9.
Sediakan
alat bantu dengan cara yang tepat
10.
Tempatkan
objek sehingga dapat dijangkau
11. Sediakan ruangan
sendiri jika diindikasikan
12.
Sediakan
tempat tidur yang bersih dan nyaman
13.
Turunkan
stimulus lingkungan dengan cara yang tepat
14.
Hindari
tereksposure yang tidak diperlukan aliran udara terlalu panas, atau kipas
angin
15.
Control
atau cegah suara yang berlebihan atau yang tidak diinginkan jika memungkinkan
16.
Batasi
pengunjung
Reality orientation
1.
Penggunaan
pendekatan yang konsisten pada saat interaksi dengan pasien dan merefleksikan
kebutuhan utama dan kemampuan pasien
2.
Informasika
kepada pasien tentang orang, tempat dan waktu
3.
Hindari
frustasi pasien dengan pertanyaan tentang orientasi yang membingungkan yang
tidak dapat dijawabsediakan lingkungan fisik yang konsisten dan rutinitas
harian
4.
Sediakan
akses bagi objek yang familiar
5.
Hindari
situasi yang tidak familiar
6.
Siapkan
pasien untuk perubahan yang akan datangpada rutinitas yang bias dilakukan dan
perubahan pada lingkungan sebelum terjadi
7.
Sediakan
pemberi perawatan yang familiar dengan pasien
8.
Sediakan
objek yang mensimbolkan identitas gender
9.
Dukung
penggunaan alat yang dapat meningkatkan input sensori (missal kacamata, alat
bantu dengar)
10. Sediakan istirahat tidur yang adekuat
11. Sediakan akses untuk kabar kejadian
terbaru
12.
Dekati pasien dari depan dengan pelan
13. Sapa klien dengan namanya saat interaksi
14. Unakan pendekatan kalem dan tidak
terburu buru pada saat berinteraksi dengan pasien
15. Bicara dengan pasien dengan perilaku
yang pealn dengan volume yang tepat
16. Ulangi verbalisasi jika diperlukan
17.
Beri perintah sederhana pada suatu waktu
18. Libatkan pasien dalam hal aktifitas yang
konkret misal ADLs
19. Libatkan pasien pada grup
20.
Monitor untuk perubahan sensasi dan orientasi
|
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
(NIC)
|
2.
|
Resiko
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri b.d
kerusakan kognisi persepsual,ide bunuh diri, riwayat percobaan bunuh diri
multiple, rencana bunuh diri, status emotional, petunjuk verbal(bicara
kematian, lebih baik tanpa diriku, menanyakan dosis obat yang mematikan),
kesehatan mental(psikosis, gangguan personalitas berat penyalahgunaan
alkohol), konflik hubungan interpersonal, latar belakang keluarga.
|
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama …x 24 jam diharapkan klien mampu mengontrol diri dan perilaku
kekerasan tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Impulse Control
(1405):
1.
Mampu mengidentifikasi perilaku emosi
2.
Mampu mengidentifikasi perasaan yang mendorong kearah
kekerasan
3.
Mampu mengidentifikasi konsekuensi dari perilaku
kekerasan terhadap diri dan orang lain
4.
Mampu menghindari situasi dan lingkungan yang beresiko
menimbulkan perilaku kekerasan
5.
Menyatakan secara lisan mampu mengendalikan emosi
6.
Mempertahankan pengendalian diri tanpa adanya
pengawasan
Skala
penilaian
1 :
Tidak
pernah ditunjukkan
2 :
Jarang
ditunjukkan
3 :
Kadang
ditunjukkan
4 :
Sering
ditunjukkan
5 :
Selalu
ditunjukkan
Risk detection:
1.
Mengenali tanda dan gejala yang menandai adanya resiko
mencederai diri
2.
Mengidentifikasi potenzia resiko kesehatan
3.
Mencari validasi dari resiko yang dirasakan
4.
Memperoleh pengetahuan dari riwayat keluarga
Skala:
1 : Tidak pernah ditunjukkan
2 : Jarang ditunjukkan
3 : Kadang ditunjukkan
4 : Sering ditunjukkan
5 : Selalu ditunjukkan
Distorted Thought
Control (1403):
1. Klien mampu
mengenal halusinasi
2. Klien mampu
mengendalikan halusinasi
3. Klien mampu
menyebutkan frekuensi dari halusinasi
4. Klien mampu
menggambarkan isi dari halusinasi
5. Klien
melaporkan penurunan halusinasi
6. Klien mampu
bertanya mengenai validitas dari realita
7. Klien mampu menjalin
hubungan dengan orang lain
Skala penilaian:
1 : Tidak pernah
ditunjukkan
2 : Jarang ditunjukkan
3 : Kadang
ditunjukkan
4 : Sering
ditunjukkan
5 : Selalu
ditunjukkan
|
Emotional support
1.
Diskusikan
dengan pasien tentang pengalaman emosi
2.
Dukung
penggunaan mekanisme yang tepat
3.
Bantu pasien mengenali perasaannya seperti cemas, marah
atau kesedihan
4.
Mendengarkan
ungkapan perasaaan klien dan menanamkan kepercayaan
5.
Diskusikan konsekuensi dari tidak menghadapi rasa
bersalah dan malu
6.
Fasilitasi pasien untuk mengidentifikasi pola respon
yang biasa dilakukan pada saat mengatasi rasa takut
7.
Sediakan
dukungan selama penolakan, marah tawar menawar dan fase penerimaan dari
berduka
8.
Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan kegusaran
klien
9.
Dukung pembicaraan atau biarkan pasien menangis sebagai
alat untuk menurunkan emosi
10. Temani klien dan
sediakan jaminan keamanan selama periode cemas
11. Sediakan bantuan
dalam membuat keputusan
12. Turunkan kebutuhan
dalam fungsi kognisi pada saat pasien sakit atau lelah
13. Rujuk konseling dengan cara yang tepat
Environmental management
1.
Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
2.
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan
tingkat fungsi fisik dan cognitif dan riwayat tingkah laku masa lalu
3.
Pindahkan lingkungan yang berbahaya
4.
Pindahkan obyek yang berbahaya dari lingkungan
5.
Amankan
dengan menggunaka penghalang tempat tidur jika tepat
6.
Awasi
pasien selama aktifitas diluar ruangan dengan cara yang tepat
7.
Sediakan
tempat tidur dengan ketinggian yang rendah dengan cara yang tepat
8.
Sediakan
alat bantu dengan cara yang tepat
9.
Tempatkan
objek sehingga dapat dijangkau
10. Sediakan ruangan
sendiri jika diindikasikan
11.
Sediakan
tempat tidur yang bersih dan nyaman
12.
Turunkan
stimulus lingkungan dengan cara yang tepat
13.
Hindari
tereksposure yang tidak diperlukan aliran udara terlalu panas, atau kipas angin
14.
Control
atau cegah suara yang berlebihan atau yang tidak diinginkan jika memungkinkan
Activity Therapy
12. Monitor keadaan respon
emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas yang
dilakukan
Medication administration (2300):
1.
Mengembangkan
dan menggunakan lingkungan yang memaksimalkan administrasi aman dan efisien
obat
2.
Ikuti
lima hak administrasi pengobatan
3.
Verifikasi
urutan resep atau obat sebelum memberikan obat
4.
Memantau
kemungkinan alergi obat, interaksi, dan kontraindikasi
5.
Catatan
alergi pasien sebelum pengiriman setiap obat dan obat terus, sesuai
6.
Pastikan
bahwa hipnotik, narkotika, dan antibiotik baik dihentikan atau mengatur
kembali pembaharuan tanggal
mereka
7.
Catatan
tanggal kedaluwarsa pada wadah obat
8.
Siapkan
obat menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk pemberian obat
9.
Batasi
pemberian obat tidak diberi label dengan benar
10. Memonitor tanda-tanda vital dan
nilai-nilai laboratorium sebelum pemberian obat, sesuai
11. Membantu pasien dalam minum obat
12. Berikan obat menggunakan teknik dan rute
yang tepat
13. Anjurkan pasien dan keluarga tentang
tindakan yang diharapkan dan efek samping obat
14. Memantau pasien untuk efek terapi obat
15. Memantau pasien untuk efek samping,
toksisitas, dan interaksi obat diberikan
16. Dokumen administrasi pengobatan dan
respon pasien, sesuai dengan protokol lembaga
|
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
(NIC)
|
3.
|
Isolasi
sosial b.d perubahan status mental, tidak mampu dalam memuaskan hubungan
pribadi, nilai social tidak diterima, perilaku social tidak diterima, sumber
personal tidak adekuat, keterkaitan imatur, perubahan penampilan fisik, perubahan
keadaan sejahtera
|
Klien diharapkan mampu bersosialisasi
dengan optimal
Setelah
dilakukan intervensi selama x
pertemuan interaksi social optimal dengan kreteri hasil :
Family Environment Internal (2601)
1.
Ikut serta dalam kegiatan bersama keluarga
2.
Pasien dapat berkomunikasi dengan keluarga
3.
mampu menerima kunjungan dari teman atau anggota
keluarga
4.
Saling
mendukung dengan anggota keluarga
Skala
penilaian
1 :
Tidak
ditunjukkan
2 :
Jarang
ditunjukkan
3 :
Kadang
ditunjukkan
4 :
Sering
ditunjukkan
5 :
Selalu
ditunjukkan
Social Interaction skills
Dengan skala :
1.
Tidak pernah
2.
Terbatas
3.
Kadang-kadang
4.
Sering
5.
Selalu
|
Socialization enhancement
Activity therapy
12. Monitor keadaan respon
emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas yang
dilakukan
Behavior modification:
1.
Bantu pasien mengidentifikasi
masalah dari kurangnya ketrampilan sosial.
2.
Dukung pasien untuk
memverbalisasikan perasaannya berkaitan dengan masalah interpersonal.
3.
Bantu pasien mengidentifikasi
hasil yang diinginkan dalam hubungan interpersonal atau situasi yang
problematik.
4.
Bantu pasien mengidentifikasi
kemungkinan tindakan dan konsekuensi dari hubungan interpersonal/ sosialnya.
5.
Identifikasi ketrampilan
sosial yang spesifik yang akan menjadi fokus training.
6.
Bantu pasien mengidentifikasi
step tingkah laku untuk mencapai ketrampilan sosial.
7.
Sediakan model yang
menunjukkan step tingkah laku dalam konteks situasi yang berarti bagi pasien.
8.
Bantu pasien bermain peran
dalam step tingkah laku.
9.
Sediakan umpan balik
(penghargaan atau reward) bagi pasien jika pasien mampu menunjukkan
ketrampilan sosial yang ditargetkan.
10.
Didik orang lain yang
signifikan bagi pasien (keluarga, grup, pimpinan) dengan cara yang tepat
mengenai tujuan dan proses training ketrampilan sosial.
11.
Libatkan orang lain yang
signifikan bagi pasien dalam session trai ning ketrampilan sosial (bermain
peran) dengan pasien, dengan cara yang tepat.
12.
Sediakan umpan balik untuk
pasien dan orang lain yang signifikan tentang ketepatan dari respon sosial
dalam situasi training.
13.
Dukung pasien dan orang lain
yang signifikan untuk mengevaluasi hasil dari interaksi sosial, memberikan
reward pada diri sendiri untuk hasil yang positif dan penyelesaian masalah
yang hasilnya masih kurang dari yang diharapkan.
Mood
management
1.
Menentukan apakah pasien saat ini berada pada resiko
keamanan pada diri atau orang lain
2.
Memulai tindakan pencegahan yang dibutuhkan untuk
mengamankan pasien atau orang lain dari bahaya kerusakan fisik
3.
Monitor kemampuan perawatan diri
4.
Monitor asupan cairan dan nutrisi
5.
Bantu
pasien untuk memelihara hidrasi yang adekuat
6.
Monitor
status fisik dari pasien
7.
Monitor
dan mengatur tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan sesuai dengan kebutuhan pasien
8.
Bantu pasien dalam memelihara siklus normal dari
tidur/bangun
9.
Sediakan
kesempatan untuk aktivitas fisik
10. Monitor fungsi
cogniti
11. Bantu pasien dalam
menaidetifikasi pemicu dari moodnya yang terganggu
12. Dukung pasien
dengan cara yang tepat untuk mengambil peran aktif dalam penanganan dan
rehabilitasi
13. Bantu
mengidentifikasi sumber yang tersedia dan kekuatamn pribadi
14. Ajarkan koping baru keterampilan
pemecahan masalah
15. Sediakan restrukturisasi kognitif yang
tepat
16.
Bantu pasien untuk secara sadar memonitor perasaan
|
NO
|
DAGNOSA
|
TUJUAN
DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
(NIC)
|
4.
|
Gangguan
pola tidur b.d ketidak nyamanan psikologis yang lama, pola aktifitas sehari,
tempramen, tidur yang sehat tidak adekuat, perubahan frekuensi dan jadwal
tidur, depresi, sendirian, berduka, takut, cemas, lelah, bosan, antisipasi.
|
Setelah
dilakukan intervensi selama x
pertemuan klien dapat tidur dengan adekuat dengan kreteri hasil :
Sleep (0004)
1.
Jam tidur teramati
2.
pola tidur
3.
kualitas tidur
4.
efisiensi
tidur (perbandingan waktu tidur atau total waktu mencoba tidur)
5.
gangguan
tidur
6.
rutinitas
tidur
7.
tidur
sesuai untuk usia
8.
terjaga
dalam waktu yang tepat
9.
EEG
dalam rentang yang diharapkan
10. vital sign dalam rentang yang diharakan
Skala penilaian
1 :
Sangat
berkompromi
2 :
Pada
intinya berkompromi
3 :
Sedang
berkompromi
4 :
Sedikit
berkompromi
5 :
Tidak
berkompromi
Rest:
1.
Jumlah
istirahat
2.
Pola
istirahat
3.
Kualitas
istirahat
4.
Secara
fisik baik
5.
Secara
mental baik
6.
Merasa
remaja setelah istirahat
Skala
:
1.
Sangat
berkompromi
2.
Pada
intinya berkompromi
3.
Sedang
berkompromi
4.
Sedikit
berkompromi
5.
Tidak
berkompromi
Anxiety
control :
1.
Monitor
intensitas cemas
2.
Membuang
tanda cemas
3.
Menurunkan
stimulus lingkungan saat muncul kecemasan
4.
Mencari
informasi untuk mneurunkan cemas
5.
Menggunakan
teknik relaksasi untuk menurunkan cemas
6.
Memelihara
hubungan
7.
Memelihara
konsentrasi
8.
Melaporkan tidak ada penyimpangan persepsi sensory
9.
Tidak
ada perilaku yang menunjukkan kecemasan
Skala
:
1 :
Tidak
ditunjukkan
2 :
Jarang
ditunjukkan
3 :
Kadang
ditunjukkan
4 :
Sering
ditunjukkan
5 :
Selalu
ditunjukkan
|
Sleep
enhancement
1.
tentukan
pola tidur atau aktifitas klien
2.
perkiraan
siklus kebiasaan bangun atau tidur klien dalam rencana perawatan
3.
tentukan pengaruh penggunaan obat pada pola tidur
4.
monitor
atau catat pola tidur dan jumlah waktu tidur
5.
atur
lingkungan yang nyaman
6.
fasilitasi
pemeliharaan kebiasaan tidur rutin, isyarat sebelum tidurdan barang-barang
yang sudah lasim
7.
atur
jadwal pengobatan untuk membantu siklus tidur atau bangunpasien
8.
atur
siklus lingkungan untuk
mempertahankan siklus siang malam yang
normal
9.
Bantu
klien mengurangi tingkat stress sebelum tidur
10. diskusikan dengan klien dan keluarga
mengenai ukuran kenyamanan teknik meningkatkan waktu tidur dan perubahan gaya
hidp yang dapat mempengaruhi tidur yang optimal
Environmental
management : comfort
1.
Batasi
pengunjung
2.
Pilih
teman sekamar dengan memperhatikan lingkungan jika memungkinkan
3.
Mencegah
gangguan dan mempertimbangkan periode istirahat
4.
Menyediakan
kebersihan dan kenyamanan tempat tidur
5.
Menjaga
temperature ruangan untuk kenyamanan klien
6.
Sediakan
atau hilangkan selimut untuk mendukung kenyamanan
7.
Lakukan
penyesuaian pencahayaan untuk kebutuhan aktifitas individu
8.
Kontrol atau cegah suara gaduh berlebih
9.
Fasilitasi kebersikan untuk kenyamanan individu
10.
Posisikan pasien pada facilita kenyamanan
11. Monitor kulit, khususnya bagian badan
atas atas tekanan dan iritasi
Simple
relaxation therapy:
1.
uraikan
dasar pemikiran dari relaksasi dan manfaat, batas dan jenis relakksasi yang
tersedia
2.
tentukan apakah intervensi relaksasi dimasa lalu telah
dilakukan dan telah bermanfaat
3.
pertimbangkan kesediaan individu untuk berpartisipasi,
kemampuan berpartisipasi
4.
sediakan uraian yang terperinci tentang intervensi
relaksasi
5.
sediakan ketenangan, dan kenyamanan temperatur
6.
instruksikan
pasien untuk menggunakan posisi yang nyaman saat tidur
7.
instruksikan pada pasien untuk santai dan menikmati
8.
gunakan
suara yang pelan dan lambat
9.
demonstrasikan
teknik relaksasi pada pasien
10.
ulangi
demonstrasi teknik relaksasi
11.
mengantisipasi kebutuhan dan penggunaan dari relaksasi
12.
evaluasi dan dokumentasikan respon terhadap terapi
relaksasi
|
5
|
Defisit
perawatan diri mandi/kebersihan
Faktor yang
berhubungan (NANDA) :
1.
kurang atau penurunan motivasi
2.
lemah atau lelah
3.
cemas berat
4.
tidak mampu merasakan bagian tubuh
5.
kerusakan kognisi atau perceptual
6.
nyeri
7.
kerusakan neurovaskuler
8.
kerusakan musculoskeletal
9.
hambatan lingkungan
Defisit
perawatan diri : berpakaian/berhias
Faktor yang
berhubungan (NANDA) :
1.
kurang atau penurunan motivasi
2.
lemah atau lelah
3.
cemas berat
4.
tidak nyaman
5.
kerusakan kognisi atau perceptual
6.
nyeri
7.
kerusakan neurovaskuler
8.
kerusakan musculoskeletal
9.
hambatan lingkungan
Defisit
perawatan diri toileting
Faktor yang
berhubungan (NANDA) :
1.
kurang atau penurunan motivasi
2.
lemah atau lelah
3.
cemas berat
4.
kerusakan status mobilitas
5.
kerusakan kognisi atau perceptual
6.
nyeri
7.
kerusakan neuromuskuler
8.
kerusakan musculoskeletal
9.
hambatan lingkungan
10. kerusakan
kemampuan transfer
|
Setelah
dilakukan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X pertemuan klien mampu
melakukan perawatan diri/memenuhi kebutuhan personal hygiene. Kriteria hasil:
Self
care : activity daily living (ADL)
1.
makan
2.
berpakaian
3.
toileting
4.
mandi
5.
berhias
6.
kebersihan
7.
kebersihan mulut
8.
penampilan
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
self-care
: bathing
1.
pasien menyebutkan manfaat kebersihan
diri
2.
pasien bersedia mandi
3.
menyiapkan perlengkapan mandi
4.
mengatur suhu air
5.
mandi di kamar mandi
6.
membersihkan badan
7.
mengeringkan badan
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Self
care : Hygiene
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Setelah
dilakukan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X pertemuan klien mampu
melakukan perawatan diri/memenuhi kebutuhan personal hygiene. Kriteria hasil:
Self
care : activity daily living (ADL)
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Self
care : Dressing
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Self
care : Hygiene
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Self
care: Grooming
1.
mencuci rambut/sampo
2.
menyisir rambut
3.
bercukur
4.
mengenakan rias
5.
menjaga jari/kuku
6.
menggunakan cermin
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Setelah
dilakukan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X pertemuan klien mampu
melakukan perawatan diri/memenuhi kebutuhan personal hygiene. Kriteria hasil:
Self
care : activity daily living (ADL)
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Self
care : toileting
1.
merespon kandung kemih/keinginan BAK
2.
merespon keinginan BAB
3.
klien memutuskan untuk bab/bak di
kamar mandi
4.
melepas pakaian
5.
memposisikan diri di kamar mandi
6.
mengosongkan kandung kemih/bowel
7.
membersihkan diri setelah BAB/BAK
8.
mengenakan pakaian
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Setelah
dilakukan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X pertemuan klien mampu
melakukan perawatan diri/memenuhi kebutuhan personal hygiene. Kriteria hasil:
Self
care : activity daily living (ADL)
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
Self
care : eating
1.
menyiapkan makanan
2.
menggunakan alat-alat makan
3.
menata makanan di alat makan
4.
menyiapkan minum di cangkir/gelas
5.
makan dengan tangan dan alat makan/sendok
6.
minum dengan cangkir/gelas
7.
mengunyah/menelan makanan
Skala
1
= tergantung pada bantuan
2
= sering tergantung pada bantuan
3
= kadang-kadang tergantung bantuan
4
= jarang tergantung bantuan
5
= tidak tergantung bantuan
|
Self care assistance : bathing/hygiene
1.
monitor kemampuan klien melakukan
perawatan diri secara mandiri
2.
identifikasi bersama klien hambatan
yang dialami dalam perawatan diri
a.
Fisik : adanya keterbatasan
gerak/aktifitas, penyakit fisik, kelemahan,dll
b.
Intelektual: penolakan
c.
Emosi : kondisi labil, akut/kronis
d.
Social : ketidakmampuan klien
mengendalikan perilaku
3.
Diskusikan bersama klien
keuntungan/manfaat kebersihan diri
4.
Bantu klien menentukan tindakan untuk
mandi/kebersihan diri
5.
sediakan peralatan mandi, sabun,
sampo, handuk, sikat gigi, pasta gigi, air yang cukup
6.
berikan bantuan sampai klien dapat
mandiri dalam perawatan dirinya
7.
evaluasi perasaan klien setelah mandi
8.
berikan reinforcemen terhadap kemajuan
klien dalam melakukan kebersihan diri.
Self
care assistance : grooming/dressing
1.
monitor kemampuan klien dalam
berpakaian dan berhias
2.
identifikasi adanya kemunduran
sensori, kognitif dan psikomotor yang menyebabkan klien mempunyai kesulitan
dalam berpakaian dan berhias
3.
diskusikan dengan klien kemungkinan
adanya hambatan dalam berpakaian dan berhias
4.
gunakan komunikasi/instruksi yang
mudah dimengerti klien untuk mengakomodasi keterbatasan kognitif klien
5.
sediakan baju bersih dan sisir, jika
mungkin bedak, parfum,dsb
6.
dorong klien untuk mengenakan baju
sendiri dan memasang kancing dengan benar
7.
berikan bantuan kepada klien jika
perlu
8.
evaluas perasaan klien setelah
berpakaian dan berhias
9.
berikan reinforcement atas
keberhasilan klien berpakaian dan berhias
Self care
assistance toileting
1.
monitor kemampuan klien dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi
2.
kaji adanya kemunduran kemampuan klien ke
kamar mandi/toilet
3.
kaji keterbatasan klien dalam
pemenuhan eliminasi
4.
diskusikan dengan klien keuntungan bab/bak
disembarang temapat
5.
diskusikan masaslah yang ditimbulkan
bila bab/bak disembarang tempat
6.
berikan instruksi yang singkat jelas dan
mudah dimengerti oleh klien
7.
Bantu klien untuk memutuskan/mengambil
alat bantu yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasinya
8.
sediakan alat bantu (pispot, urinal,dsb)
di kamar klien
9.
evaluasi perasaan klien
10. berikan
reinforcement terhadap kebersihan klien menentukan pilihan yang tepat dalam
pemenuhan eliminasinya
Self care
assistance : feeding
1.
monitor kemampuan klien makan
2.
identifikasi bersama klien factor-faktor
penyebab klien tidak mau makan
3.
identitas adanya hambatan makan
4.
diskusikan dengan klien fungsi makanan
bagi kebersihan
5.
diskusikan dengan klien akibat
kurang/tidak mau makan
6.
bantu klien memutuskan untuk makan
7.
Bantu kebersihan mulut sebelum memulai
makan
8.
ajak klien makan bersama di ruang
makan
9.
jaga temperature/suhu makanan
10. berikan
bantuan makan sesuai kondisi klien
11. tempatkan
klien pada posisi makan yang nyaman
12. catat
intake makanan sesuai kebutuhan
13. evaluasi
perasaan klien setelah makan
14. berikan
reinforcement terhadap kemajuan klien.
|
||||
6.
|
Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan psikologi (psikosis, kurang
stimulus), perbedaan kebudayaan, penurunan sirkulasi ke otak, hambatan fisik,
kelainan anatomi, tumor otak, perbedaan berhubungan dengan perkembangan umur,
efek samping obat, keterbatasan lingkungan, ketidakhadiran orang tedekat,
perubahan persepsi, kurang informasi, stress, perubahan konsep diri atau
harga diri, kondisi fisiologis, perubahan system saraf pusat, kelemahan
system muskulosskeletal, konmdisi emosional.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama .. X 24 jam diharapkan klien mampu
berkomunikasi verbal yang baik dengan orang lain dengan indikator
Communication Ability
1. Menggunakan bahasa tertulis
2. Menggunakan bahasa lisan
3.
Menggunakan bahasa isyarat
4.
Menggunakan bahasa tubuh
5.
Membalas pesan langsung
dengn tepat
Dengan skala :
1.
Tidak pernah
2.
Terbatas
3.
Kadang-kadang
4.
Sering
5.
Selalu
Cognitive ability
1. Komunikasi yang jelas sewajarnya untuk umur
dan kemampuan
2. Mendemonstrasikan control terhadap kejadian
dan situasi
3. Memperhatikan
4. Konsentrasi
5. Mendemonstrasikan
ingatan pendek atau segera
6. Mendemonstrasikan
ingatan terbaru
7. Memproses
informasi
8. Membuat
keputusan penting
Skala :
1 : Sangat
berkompromi
2 : Pada
intinya berkompromi
3
: Sedang berkompromi
4
: Sedikit berkompromi
5
: Tidak berkompromi
Communication : receptive ability
1.
Menginterpretasikan bahasa
tulisan
2.
Menginterpretasikan bahasa
lisan
3.
Menginterpretasikan gambar
4.
Menginterpretasikan tanda
bahasa
5.
Menginterpretasikan bahasa
nonverbal
6.
Mengakui adanya pesan
diterima
Skala
:
1 : Sangat
berkompromi
2 : Pada
intinya berkompromi
3
: Sedang berkompromi
4
: Sedikit berkompromi
5
: Tidak berkompromi
|
Communication Enhanchement : speech
1.
Ajak pasien untuk berkomunikasi
2.
Libatkan keluarga pasien
untuk berkomunikasi
3. Biarkan pasien untuk mendengarkan
pembicaraan secara teratur
4.
Berikan pengingat secara
lisan
5.
Bukalah satu percakapan
yang sederhana
6. Dengarkan pada saat pasien bicara
7. Gunakan kata kata yang mudah dan kalimat
pendek pada saat berkomunokasi
8. Batasi diri untuk tidak bicara dengan
menggunakan kata kata yang keras pada pasien
9.
Gunakan gambar gambar
apabila perlu
10.
Gunakan bahasa tubuh untuk
mendukung
11.
Latih pasien untuk
mengulang kata katanya
12.
Berikan pujian atas usaha
pasien
13.
Gunakan percakapan yang
menarik bagi pasien
Active listening
1.
Buat tujuan yang jelas
saat interaksi
2.
Tunjukkan ketertarikan
pada pasien
3.
Dukung ekspresi pereasaan
4. Berfkus secara total pada interaksi dengan
menekan persangkaan, bias, asumsi, asyik dengan asumsi pribadi dan distraksi
lain
5. Berhati-hati dengan kondisi fisik menunjukkan yang pesan nonverbal
6.
Dengarkan pesan
tersembunyi yang tidak nampak saat percakapan
7.
Hati-hatilah
terhadapkata-kata yang dihindari seperti juga pesan nonverbal yang mengikuti
kata yang diekspresikan
8.
Identifikasi tema yang
dominan
9. Tentukan arti dari pesan dengan
merefleksikan pada tingkah laku pengalaman masa lalu dan situasi saat ini
10. Identifikasi waktu respon yang
merefleksikan pemahaman dari pesan yang diterima
11. Klarifikasi pesan melalui pertanyaan dan
umpan balik
12. Periksa atau buktikan pemahaman dari pesan
13. Gunakan tahap-tahap dari interaksi untuk
menemukan arti dari tingkah laku
14. Hindari ambata untuk mendengar aktif .
Anxiety reduction
1.
Gunakan pendekatan yang
kalemdan memberikan jaminan
2.
Jelaskan tingkah laku
pasien yang diharapkan
3. Jelaskan semua prosedur meliputi sensasi
yang mungkin dialami selama prosedur
4.
Pahami perspektif pasien
atau situasi yang penuh stres
5. Sediakan informasi factual tentang
diagnosis penanganan dan prognosis
6. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan
menurunkan rasa takut
7.
Dukung pasien untuk
menemani, dengan cara yang tepat
8.
Sediakan objek yang
menandakan keamanan
9.
Beriakn neck rub dengan
cara yang tepat
10.
Dukung aktivitas yang
tidak kompetitif dengan cara yang teapt
11. Jagalah alat penanganan jauh dari
penanganan
12. Dengarkan dengan penuh perhatian
13. Kuatkan tinga laku dengan cara yang tepat
14. Ciptakan atmosfer untuk memfasilitasi rasa
percaya
15. Dukung verbalisasi dari perasaan, persepsi,
dan rasa takut
16.
Identifikasi kapan
saat tinga cemas deruba
17.
Sediakan aktivitas
diversional untuk menurunkan ketegangan
18.
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
19.
Control stimuli, dengan
cara yang teapt untuk kebutuhan pasien
20.
Dukung penggunaan
mekanisme defensive dengan cara yang tepat
21.
Bantu pasien untuk
menjelaskan deskripsi relistik tentang kejadian yang akan dialami
22.
Tentukan kemampuan pasien
untuk mengambil keputusan
23.
Berikan pengobatan untuk
menurunkan kecemasan dengan cara yang tepat
Mendengar Aktif + Fasilitasi Proses Belajar (Active Listening + Learning Facilitation)
1. Atur tujuan komunikasi yang jelas dan realistis
sesuai dengan kemampuan yang sudah dicapai klien.
1. Pertahankan postur terbuka saat berkomunikasi.
2. Dengarkan pembicaraan klien dengan penuh perhatian.
3. Catat adanya fight
of ideas, reming, sirkumtansial, asosiasi longgar, inkoherensi, ekolalia, blocking, neoligisme, dan logore.
4. Monitor pesan non verbal klien
5. Fokuskan pembicaraan pada satu topik yang konkrit.
Gunakan teknik fokusing.
6. Anjurkan/dorong klien untuk berkonsentrasi pada
topik pembicaraan.
7. Gunakan bahasa yang familiar dan mudah dimengerti.
8. Koreksi interpretasi yang salah terhadap
informasi/pesan klarifikasi dan validasi.
9. Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya. Jawab
pertanyaan dengan singkat, jelas dan tepat.
10. Dukung klien mengungkapkan/ mengekspresikan
perasaannya.
11. Beri reinforcement
positif terhadap keberhasilan klien.
|
||||
7
|
Kurang
Pengetahuan
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif
sehubungan dengan topic spesifik.
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya
masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
|
NOC
:
v Kowlwdge
: disease process
v Kowledge
: health Behavior
Kriteria
Hasil :
v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
v Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
NIC :
Teaching : disease
Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang
tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar